Oleh: Yuyun Suminah, A. Md
(Seorang Guru di Karawang)

DBD (Demam Berdarah Dengue) salah satu penyakit yang tidak menular antar manusia namun penyakit tersebut mematikan. DBD disebabkan dari gigitan nyamuk yang membawa virus tersebut. Di tengah kondisi pandemi yang belum reda kini masyarakat dibuat khwatir dengan penyakit tersebut.

Di setiap daerah lonjakan kasusnya mengalami kenaikan sama halnya dengan Provinsi Jawa Barat yang menempati peringkat pertama di Indonesia dengan jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) terbanyak pada 2021. Kasus DBD tertinggi di Jabar terdapat di Kota Bekasi dengan jumlah pasien 770 orang. (Inewsjabar.id 29/07/21)

Belum turun peringkat Jabar sebagai juara dalam rate keterpaparan Covid-19, kini sudah disusul oleh juara dalam DBD. Kesehatan keluarga pun semakin terancam hal tersebut bila kita telisik lebih jauh tidak lepas dari sistem yang menaungi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yaitu sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme kesehatan rakyat menjadi urusan masing-masing, terutama dalam hal biaya yang mempengaruhi fasilitas kesehatn itu sendiri.

Walaupun layanan kesehatan seperti BPJS menjadi solusi namun tak gratis, jadi sama saja rakyat pun diminta membayar iurannya. Semakin besar iuran yang diberikan maka akan menentukan fasilitas kesehatan yang didapatkan. Ini menandakan sistem kesehatan dalam sistem kapitalisme tak gratis dan tidak mampu menjaga kesehatan rakyat.

Penyakit atau wabah terjadi di suatu daerah sudah jadi ketetapan Allah, namun manusia diberikan kemampuan akal untuk mencari sebab terjadinya suatu penyakit dan memberikan solusi kesehatannya terutama layanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh rakyat. Kesehatan rakyat menjadi tanggungjawab negara karena negara punya kewenangan untuk membuat aturan. Mulai dari pembiayaan, layanan kesehatan dan lain-lain.

“Pemimpin adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari)

Dalam sistem Islam layanan kesehatan menjadi kebutuhan dasar rakyat, negara pun akan memaksimalkan pelayanannya dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Maka seorang pemimpin akan menjamin semua urusan rakyat termasuk kesehatan. Dalam sistem kesehatan Islam ada 4 unsur yang diperhatikan.

Pertama sistem peraturannya, seperti bagaimana teknis administrasinya, kebijakan dan lainnya. Ke dua, sarana dan prasarana fasilitas kesehatan. Ke tiga, sumber daya manusia seperti dokter, perawat dan tenaga medis lainnya. Ke empat sumber biaya. Semua itu bisa berjalan jika sistem ekonominya kuat dan mandiri. Lantas dari mana sistem Islam mendapatkan pemasukan untuk mencukupi kebutuhan kesehatan rakyatnya?

Dalam sistem Islam yang semua aspek kehidupan ada aturannya, seperti pendidikan, pergaulan, kesehatan dan lainnya termasuk ekonominya yang berbasis sistem Islam. Pembiayaan untuk sistem kesehatan Islam sesuai syariat yaitu Baitulmal yang diantara dananya diperoleh dari harta milik umum (SDA) seperti hutan, hasil lautan, daratan, tambang dan lainnya. Itu semua dalam pengawasan dan pengaturan pengelolaan langsung dibawah kekuasaan negara. Dari hasil SDA tersebut akan dialokasikan untuk kepentinganan rakyat diantaranya kesehatan.

Jika kita bercermin pada sejarah bahwa sejarah telah mencatat dimasa kepemimpinan Sultan Mahmud (511-525 H). Ada Rumah sakit keliling yang dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran dengan sejumlah dokter. Rumah sakit ini menelusuri pelosok-pelosok negara. Tidak hanya itu pada tahun 1248 M oleh pemimpin Al-Mansyur, mendirikan rumah sakit di Kairo dengan kapasitas 8.000 tempat tidur, dilengkapi dengan masjid untuk pasien dan chapel untuk pasien Kristen.

Rumah sakit tersebut dilengkapi dengan musik terapi untuk pasien yang menderita gangguan jiwa. Setiap harinya Rumah Sakit tersebut melayani 4.000 pasien. Selain itu memperoleh perawatan, obat, dan makanan gratis tetapi berkualitas, para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. Hal ini berlangsung selama tujuh abad.

Maka hanya sistem Islam yang mampu menjaga kesehatan rakyatnya dan memberikan fasilitas yang terbaik. itu semua dirasakan oleh seluruh masyarakat baik muslim maupun nonmuslim. Wallahua’lam

Tinggalkan Balasan