Metro,deltanews.co.id – Belum jelasnya kadar halal atau haram terkait vaksin untuk Imunisasi MR membuat resah kalangan masyarakat terutama warga Muslim.
Pihak Pemerintah mengambil langkah dengan berkordinasi dengan pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dan hasil pertemuan tersebut akhirnya menghasilkan beberapa keputusan mengenai penggunaan Vaksin MR produk SII untuk program imunisasi.
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) melaksanakan silaturrahim dan pertemuan dengan Pimpinan MUI untuk konsultasi keagamaan dan permohonan fatwa tentang imunisasi MR Serum Institut of India (SII) yang diprogramkan Pemerintah.
Pertemuan dilaksanakan pada Jumat 3 Agustus 2018 usai shalat Jumat, di lantai 2 Kantor MUI Jl. Proklamasi Jakarta.
Hal ini disampaikan oleh Nasriyanto Effendi Wakil Ketua Komisi I yang juga menjabat sebagai sekretraris pengurus daerah MUI kota Metro.
Dikatakan Nasriyanto, pertemuan itu berlangsung pukul 13.15 sampai 14.45 wib. Hal ini merupakan inisiasi kedua belah pihak, sebagai komitmen untuk menjamin kesehatan masyarakat dan menjamin hak beragama.
Kemenkes mengajukan surat permohonan konsultasi keagamaan tanggal 24 Juli 2018, dan MUI bersurat kepada Menkes pada 25 Juli 2018.
“Dalam pertemuan tersebut, hadir dari MUI Ketua Umum MUI KH. Maruf Amin, wakil Ketua Umum, beberapa Ketua dan Wakil Sekjen MUI, Direktur dan Wakil Direktur LPPOM MUI, Sekretaris, Wakil Sekretaris dan anggota Komisi Fatwa.
Sementara dari Kemenkes, hadir Menkes Nila Moeloek, Dirjen P2P, Staf Ahli, serta Dirut PT. Biofarma selaku importir vaksin MR yang digunakan untuk program imunisasi MR. Rapat dipandu oleh Direktur LPPOM dan diberikan arahan langsung Ketua Umum MUI.
Dalam pertemuan itu, lanjut Nasriyanto, MUI, sesuai Fatwa Nomor 4/2016 menjelaskan, Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu.
Vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci, Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan atau najis hukumnya haram. Imunisasi dengan vaksin yang haram dan atau najis tidak dibolehkan, kecuali digunakan pada kondisi al-dlarurat atau al-hajat, belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci, adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal.
Dalam forum tersebut dijelaskan mengenai permasalahan yang muncul untuk memperoleh jalan keluar, diantaranya, Produk vaksin MR belum dimohonkan sertifikasi halal, sehingga belum ada pemeriksaan.
Dengan demikian tidak bisa dikatakan bahwa vaksin yang diproduksi SII tersebut halal atau haram. Kemenkes berkomitmen untuk memperhatikan aspek keagamaan dalam pelaksanaan imunisasi MR dengan konsultasi dan permohonan fatwa.
“Selanjutnya, adanya keresahan masyarakat mengenai kesimpang-siuran informasi tentang kehalalan perlu segera direspon secara bijak dan agar ada kepastian serta ada panduan keagamaan yang tepat,” jelasnya.
Sementara, beberpa kesepakatan yang menjadi hasil pertemuan adalah:
a Menkes dan Dirut PT Biofarma sebagai importir vaksin MR produksi SII berkomitmen untuk segera mengajukan sertifikasi halal atas produk vaksin MR dan permohonan fatwa tentang pelaksanaan imunisasi MR.
- Menkes RI atas nama negara mengirim surat ke SII untuk memberikan dokumen terkait bahan-bahan produksi vaksin dan akses untuk auditing guna pemeriksaan halal.
- Komisi Fatwa, atas permintaan Kemenkes akan segera membahas dan menetapkan fatwa tentang imunisasi MR dengan menggunakan vaksin MR produk SII dalam waktu secepatnya.
- Menkes RI menunda pelaksanaan imunisasi MR bagi masyarakat muslim sampai ada kejelasan hasil pemeriksaan dari produsen dan ditetapkan fatwa MUI.
Sementara untuk masyarakat yang tidak memiliki keterikatan tentang kehalalan/kebolehan secara syari, tetap dilaksanakan.
Penulis : vik